Menggelembungnya
jumlah pengguna Blackberry di tanah air memang tak pernah disangka sebelumnya
oleh pihak Research in Motion (RIM) selaku produsen. Bahkan, Indonesia akhirnya
menjadi salah satu Negara yang memberikan konstribusi besar terhadap pertumbuhan
Blackberry. Sayang, dalam perjalanannya Blackberry selalu diterpa masalah.
Beberapa tahun silam, pihak RIM sempat mendapat kecaman
dari berbagai pihak karena tidak ada gerai purna jual yang dikelola oleh RIM
satu pun di tanah air. Tak heran, pemerintah pun sempat mengultimatum RIM
dengan menutup keran impor Blackberry ke tanah ait.
Namun akhirnya, RIM tetap diizinkan memasok Blackberry ke
Indonesia karena dianggap mempunyai itikad baik membangun purna jual di
Indonesia. Tapi keberadaan RIM dan Blackberry di Indonesia terus menuai
kritikan. Pasalnya, kemitmen vendor asal Kanada terhadap pengguna Blackberry di
tanah air dinilai mengecewakan.
Sekedar catatan saja, Blackberry masih menjadi smartphone
yang cukup populer di negeri ini. Apalagi pengguna Blackberry di Indonesia
termasuk yang terbesar di Asia Tenggara.
Indonesia memiliki basis pengguna Blackberry terbesar di
wilayah Asia Tenggara. Lebih dari 3 juta pelanggan layanan Blackberry berasal
dari negeri ini. Seharusnya RIM bersikap lebih bijaksana dan komitmen terhadap
aturan.
Beberapa kali RIM sempat terganjal beberapa masalah di
Indonesia. Tengok saja masalah layanan purna jual disekitar tahun 2009. Tak
ayal RIM sempat ketar-ketir lantaran saat itu mereka tengah meneguk manisnya
penjualan handset dan layanan di Indonesia
Setelah ditekan terus-menerus akhirnya RIM pun sepakat
membangun Authorized Repair Facility. Lagi-lagi, RIM berulah karena
mengulur-ulur janjinya. Tenggat waktu yang diberikan pemerintah terhadap RIM
untuk membangun service center pada 21 Agustus 2009 tak diselesaikan tepat
waktu.
Apa yang dilakukan RIM mencerminkan kurangnya komitmen
vendor tersebut dalam memuaskan dan mengakomodasi kebutuhan pelanggannya di
Indonesia. Dengan tidak adanya service center, banyak pelanggan yang kecewa dan
merasa jengkel. Pasalnya, unutk kerusakan tertentu pada perangkat, handet harus
dibawa ke service center di luar Indonesia.
Masalah lain kembali mendera RIM yang memang terlihat
kurang kooperatif dan harus selalu dipaksa. Berbagai tekanan pun muncul, mulai
dari tuntutan membuka kantor perwakilan di Indonesia, pembangunan server dan
permintaan buka akses, hingga filtering konten pornografi pada layanan RIM.
Pada akhirnya, beberapa tindakan seperti membuka kantor
perwakilan dan memblokir konten pornografi dilakukan RIM. Tapi bukti keseriusan
RIM di tanah air kembali meluntur. Menyoal desakan pemerintah untuk membuka
data center atau server di Indonesia, pihak RIM masih bungkam.
Pada Januari 2011, kala itu Gregory Wade, Managing
Director South Asia RIM mengaku kalau memang hukum di Indonesia mengatur
demikian, pihak RIM akan mengikuti. Namun, sampai sekarang pihak RIM belum
merealisasikannya. Praktis, sudah cukup lama masalah tersebut terkatung-katung.
Dan masalah paling baru yang cukup membuat kecewa
pemerintah dan pengguna Blackberry di Indonesia adalah pembangunan pabrik
barunya. Apa ygn dilakukan RIM sangat mengecewakan, dimana vendor tersebut
akhirnya meresmikan pabriknya di Penang, Malaysia.
Tak sedikit pihak yang mempertanyakan kebijakan tersebut
sekaligus menyayangkan langkah RIM. Padahal jumlah pengguna Blackberry di
negeri ini disinyalir lebih banyak dari Malaysia.
Jika bicara soal mengguritanya jumlah pengguna serta laba
yang besar masuk kantong, taka da salahnya RIM membangun pabrik di tanah air.
Ada keuntungan tambahan yang bisa diperoleh, yakni konstribusi terhadap
pendapatan Negara dan tarif Blackberry bisa turun.
Tak perlu bicara soal pembangunan pabrik, ada hal lain
yang masih terasa alot dan sulit dipenuhi RIM dengan berbagai alasan, yakni
pendirian data server di Indonesia. BRTI bahkan harus menagih janji pembanguna
server yang masih belum jelas realisasinya.
Tak heran, BRTI pun kini tengah membuat agenda
pemanggilang produsen Blacberry tersebut untuk menagih janji server. Lebih dari
itu, BRTI sendiri sebenarnya kecewa lantaran RIM lebih memilih Malaysia
ketimbang Indonesia sebagai pusat produksi Blackberry untuk kawasan Asia.
Bahkan operator seluler pun cukup kompak menyikapi
langkah yang dilakukan RIM. Para penyelenggara telekomunikasi mendesak Kementrian
Kominfo dan BRTI untuk meminta RIM membangun server dan menyediakan monitoring
tools, service level agreement, dan technical expert.
Ada 5 poin permintaan dari pihak operator kepada RIM
melalui Kominfo:
1.
Agar membangun server di Indonesia dengan tujuan
untuk melokalisir trafik data domestik di Indonesia, sehingga terjadi penurunan
latency, dan terjadi penghematan biaya yang jauh lebih murah.
2.
Untuk menyediakan monitoring tools untuk
memantau kinerja RIM, dengan tujuan untuk meminimalisasi keluhan pelanggan jika
ada masalah krusial tanpa harus tergantung RIM.
3.
Untuk menyusun service level agreement yang
transparan untuk mengevaluasi kinerja RIM sehingga jelas standar kualitas
layanannya.
4.
Meningkatkan kinerja terminal handset sehingga
delingkapi fitur-fitur tertentu.
5.
Dan yang lebih penting adalah, meminta RIM
menyediakan ahli di bidang khusus(technical expert) resmi RIM di Indonesia
untuk mengatasi troubleshooting.
RIM sepertinya harus bertindak lebih bijaksana jika masih
ingin bertahan di tanah air. Berbagai faktor dan permasalahan yang terjadi
harus segera disikapi dengan baik. Dan yang lebih penting, pengguna Blackberry
di tanah air yang memberikan konstribusi besar terhadap pendapatan mereka pun
sama-sama diuntungkan.
0 komentar
Posting Komentar